Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara telah menahan mantan Kepala Cabang Pratama Komersil Belawan PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), RS, pada tanggal 13 Oktober. Penahanan tersebut dilakukan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan dua unit kapal tunda untuk Cabang Dumai yang melibatkan PT Pelabuhan Indonesia I.
Kasus ini menyoroti sejumlah penyimpangan yang terjadi selama proses pengadaan, sehingga mengakibatkan kerugian pada negara. Keputusan untuk menahan tersangka merupakan langkah strategis untuk memperlancar proses penyidikan lebih lanjut.
Setelah penyelidikan mendalam, penyidik telah menemukan bukti yang menunjukkan bahwa RS berperan sebagai konsultan pengawas dalam proyek tersebut. Banyak pihak merasa khawatir akan berpotensi hilangnya barang bukti jika tersangka tidak ditahan.
Penyidikan Kasus Korupsi di Sumatra Utara yang Menghebohkan
Proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara mencakup berbagai tahapan. Tim penyidik berhasil mengatasi sejumlah tantangan untuk mengumpulkan bukti yang akurat dan dapat dipercaya. Hal ini sangat penting untuk menyusun sebuah kasus yang kuat di pengadilan.
Setelah menemukan bukti-bukti tersebut, pihak kejaksaan mengambil keputusan untuk menahan RS. Penahanan ini bertujuan untuk memastikan agar RS tidak mengulangi perbuatannya serta tidak melarikan diri dari proses hukum yang sedang berjalan.
Menurut penjelasan dari Plh Kasi Penkum Kejati Sumut, Muhammad Husairi, penetapan tersangka dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan intensif. Pihak kejaksaan tidak ingin memberikan celah kepada tersangka untuk menghilangkan barang bukti yang ada.
Detail Pengadaan Kapal Tunda yang Bermasalah
Kasus ini bermula dari kontrak pengadaan dua unit kapal tunda antara Pelindo I dan PT Dok Perkapalan Surabaya dengan nilai hingga Rp135,81 miliar. Sejak awal, terdapat indikasi tidak beres dalam proyek ini, yang menjadi titik awal investigasi oleh pihak berwajib.
Hasil investigasi mengungkapkan bahwa realisasi pembangunan kapal tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam kontrak. Meskipun progres fisik proyek jauh dari ketentuan, pembayaran tetap dilakukan, yang menunjukkan adanya penyimpangan yang sangat serius.
Akibat dari perbuatan ini, negara mengalami kerugian finansial yang signifikan, diperkirakan mencapai Rp92,35 miliar. Selain itu, potensi kerugian perekonomian tahunan diperkirakan mencapai Rp23,03 miliar karena kapal tidak dapat digunakan.
Penangkapan Tersangka Lain dalam Kasus yang Sama
Selain menahan RS, penyidik juga menetapkan dua orang tersangka lain dalam kasus ini. Mereka adalah HAP, mantan Direktur Teknik PT Pelindo I, dan BS, mantan Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Penetapan mereka sebagai tersangka menunjukkan bahwa kasus ini jauh lebih luas dari sekadar satu individu.
Penyidik menyatakan bahwa keterlibatan banyak pihak dalam kasus ini menunjukkan sistem yang rapuh dalam pengawasan proyek pengadaan. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi instansi terkait untuk memperbaiki tata kelola dan pengawasan di masa mendatang.
Proses hukum terhadap ketiga tersangka ini diharapkan dapat menghadirkan keadilan bagi negara dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya. Masyarakat berharap transparansi dalam proses hukum agar tidak ada lagi praktik seperti ini di kemudian hari.