Di tengah suasana bencana yang melanda beberapa daerah di Indonesia, komunitas di Yogyakarta menunjukkan solidaritas yang luar biasa terhadap mahasiswa perantau dari daerah yang terdampak. Terjadi banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, menyebabkan banyak mahasiswa kesulitan memenuhi kebutuhan mereka karena kiriman dari keluarga terhambat. Dukungan pun muncul dari berbagai kalangan, mulai dari individu hingga kelompok yang berdedikasi untuk membantu mereka.
Salah satu sosok yang tergerak untuk bertindak adalah Muhammad Miftahur Rizaq, seorang seniman dan aktivis. Ia menyediakan paket sembako dan makanan gratis untuk mahasiswa asal Sumatra yang sedang menuntut ilmu di Yogyakarta, membuka pintu studionya serta kedai miliknya, Kedai Sabalingga, tanpa persyaratan apapun.
Miftah menjelaskan bahwa ia ingin memastikan mahasiswa perantau tetap mendapatkan makanan yang layak di tengah kesulitan ini. Ada banyak mahasiswa yang mengakui bahwa mereka belum menerima kabar terkini dari keluarga mereka di kampung halaman yang terkena bencana.
Inisiatif Sosial Mahasiswa dan Seniman di Yogyakarta
Gerakan solidaritas yang dilakukan Miftah merupakan wujud nyata dukungan kepada mahasiswa perantau yang sedang berjuang di tanah rantau. Sejak mengumumkan inisiatifnya melalui media sosial pada 29 November 2025, banyak mahasiswa yang datang meminta bantuan. “Kami mencoba membantu yang ada di sini,” ujarnya saat ditemui.
Dia menjelaskan, dengan bencana yang menghambat akses finansial, banyak mahasiswa kesulitan mendapatkan makanan dan kebutuhan lainnya. Miftah menyiapkan beberapa alternatif bagi mahasiswa yang tidak bisa datang langsung ke kedai, termasuk layanan pengiriman melalui ojek daring.
Melalui cara ini, mahasiswa bisa memilih belanja di warung terdekat dan mengirimkan foto barcode pembayarannya untuk mendapatkan bantuan sembako. “Kami sebisa mungkin menghindari donasi uang tunai karena rawan disalahgunakan,” tambahnya dengan tegas.
Peranan Warkop dalam Menyediakan Makanan untuk Mahasiswa
Tak jauh dari Kedai Sabalingga, Warkop Perdjuangan di Giwangan juga melakukan aksi serupa. Pemiliknya, Khrisna Wijaya, menyediakan makan-minum gratis bagi mahasiswa tanpa syarat apa pun. “Kami ingin memastikan anak-anak rantau tidak tidur dalam kondisi kelaparan,” katanya.
Khrisna mengungkapkan bahwa warkop bukan hanya sekadar tempat untuk mengisi perut, melainkan juga ruang yang aman bagi mahasiswa untuk bersosialisasi. Dalam upayanya, mahasiswa dapat memilih menu makanan sesuka hati, bahkan diizinkan untuk makan tiga kali sehari.
Sudah sekitar 30 mahasiswa perantau yang menghubungi Warkop Perdjuangan melalui media sosial. Mereka dipersilakan untuk datang langsung tanpa perlu menunjukkan KTP atau identitas lainnya. “Yang merasa butuh bantuan, langsung datang dan pilih makanan,” tuturnya.
Warung yang Membantu Mengatasi Keadaan Darurat
Solidaritas juga ditunjukkan oleh Warung Makan Nusantara di Banguntapan, Bantul. Pengelola warung paham betul rasa khawatir mahasiswa perantau yang kesulitan menerima kiriman bulanan. Karena itu, mereka menyediakan makanan gratis dengan prinsip sederhana: jangan biarkan mahasiswa menundukkan lapar.
Penting bagi mereka agar para mahasiswa tetap dapat fokus kuliah dan menjaga semangat belajar meskipun dalam keadaan sulit. Dengan menawarkan makanan gratis, mereka berharap dapat meringankan beban yang dialami mahasiswa saat bencana di kampung halaman sedang terjadi.
Tindakan kolektif ini merupakan bagian dari kepedulian yang lebih besar, di mana masyarakat Yogyakarta bahu-membahu membantu satu sama lain. Inisiatif seperti ini menunjukkan bahwa dalam kondisi sulit, solidaritas dan kepedulian antar sesama sangat berharga dan menjadi kunci penopang hidup bagi banyak orang.
Kesadaran Sosial dalam Masyarakat yang Tumbuh Pesat
Melihat fenomena ini, dapat dikatakan bahwa kesadaran sosial dalam masyarakat semakin meningkat. Keterlibatan seniman, warkop, dan individu lainnya memberi harapan dan kenyamanan bagi mereka yang terpaksa berjuang dalam situasi sulit. Kementerian sosial juga mendorong komunitas untuk saling membantu, menciptakan rasa aman dan solid di tengah kesulitan.
Dukungan yang diberikan oleh Miftah, Khrisna, dan pemilik Warung Makan Nusantara tidak hanya mencakup makanan, tetapi juga dukungan moral bagi mahasiswa yang mungkin jauh dari keluarga dan menghadapi kesepian. Hubungan antara penyedia bantuan dan penerima bantuan menjadi jembatan emosional untuk bertahan dalam tantangan hidup.
Pada akhirnya, tindakan ini tidak hanya terbatas pada waktu dan tempat tertentu, tetapi menjadi sebuah gerakan berkelanjutan. Keberadaan inisiatif individu semacam ini semestinya terus didorong untuk pemulihan pascabencana yang lebih baik. Melalui solidaritas dan kebersamaan, diharapkan kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi seluruh warga negara.
