Badan SAR Nasional berencana membangun gorong-gorong untuk membantu proses evakuasi sejumlah korban yang tertimpa bangunan roboh di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny, Desa Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Kepala Basarnas, Mohammad Syafii, menjelaskan bahwa proses evakuasi ini harus dilakukan secara hati-hati karena kondisi konstruksi reruntuhan yang tidak stabil.
Untuk menambah jumlah akses ke lokasi korban, pihaknya perlu membuat terowongan dari bawah tanah. Syafii menegaskan bahwa struktur yang ada saat ini terbuat dari timbunan bangunan lama, yang menambah kompleksitas proses evakuasi ini.
Dia juga mengingatkan bahwa setiap getaran pada reruntuhan dapat memicu longsoran tambahan, yang meningkatkan risiko bagi petugas evakuasi. Oleh karena itu, pihaknya berusaha untuk merencanakan setiap langkah dengan cermat sebelum melanjutkan pekerjaan.
Proses Evakuasi yang Rumit dan Berisiko Tinggi
Menurut Syafii, upaya untuk menggali akses ke titik korban harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Dalam situasi seperti ini, adanya longsoran kecil di sekitar lokasi menyebabkan akses masuk menjadi sangat terbatas. Hal ini berarti ukuran akses yang dapat digunakan hanya 60 cm, yang harus dipertimbangkan dengan seksama.
Situasi tersebut tidak hanya memperlambat proses evakuasi, tetapi juga menambah tingkat risiko bagi tim SAR. Penyelamatan di area bencana seperti ini memang memerlukan keahlian tinggi dan penanganan yang sangat hati-hati agar tidak ada korban tambahan.
Basarnas sendiri menerjunkan 379 personel guna menghadapi situasi ini, serta menerapkan metode yang sesuai untuk mencari dan mengangkat para korban dari reruntuhan yang ada. Tim tersebut akan terus bekerja meskipun kondisi di lapangan sangat menantang.
Strategi Penyelamatan dalam Situasi Darurat
Selama proses evakuasi, pihak Basarnas harus memanfaatkan “golden time” atau waktu kritis untuk mengupayakan penyelamatan. Waktu kritis ini sangat menentukan, yaitu selama 72 jam setelah kecelakaan untuk bisa memberikan bantuan yang diperlukan. Setiap detik sangat berarti dalam situasi yang menegangkan ini.
Teori menyebutkan jika korban bisa dijinakkan atau dihubungi sebelum 72 jam, mereka masih bisa bertahan dan memerlukan cairan serta makanan. Sebagai langkah awal, setelah menemukan korban, tim siap memberikan suplai minuman vitamin atau bahkan infus jika diperlukan untuk menjaga kondisi mereka.
Saat ini, upaya penanganan oleh Basarnas sangat terkendala oleh kondisi dilapangan yang tidak menentu. Meski demikian, mereka tetap berusaha optimal untuk menyelamatkan nyawa yang bisa diselamatkan dalam situasi kritis ini.
Ketulusan dan Dedikasi Tim Basarnas dalam Menghadapi Bencana
Dalam konteks evakuasi ini, dedikasi tim Basarnas terbukti menjadi aset terpenting. Sementara banyak pihak mungkin berpikir untuk berpartisipasi, tim SAR harus memfokuskan diri pada keselamatan dan urgensi situasi. Syafii menjelaskan bahwa keselamatan orang-orang yang terlibat dalam penyelamatan adalah prioritas utama.
Niat baik masyarakat untuk membantu sangat dihargai, namun petugas di lapangan perlu menjaga agar tidak terjadi lebih banyak korban. Keselamatan semua pihak harus menjadi fokus utama, dan itu memerlukan kebijakan serta strategi yang tepat dalam penanganan.
Dari situasi ini, dapat dilihat bahwa bencana tidak hanya menyoroti risiko yang ada di sekitarnya, tetapi juga kekuatan dan ketulusan tim dalam memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam menangani bencana menjadi modal utama dalam menyelamatkan jiwa.