Kecerdasan buatan (AI) telah menjadi bagian penting dalam perkembangan teknologi modern, membawa kemudahan dan inovasi dalam berbagai sektor. Penggunaan AI dalam bidang sejarah dan budaya semakin populer, menawarkan cara baru untuk menghidupkan kembali cerita-cerita yang telah lama terlupakan oleh generasi sebelumnya.
Keberadaan AI di media sosial kemudian mampu menarik perhatian publik, dengan video dan konten yang dihasilkan sering kali mengisahkan sejarah dan cerita budaya. Hal ini membuka peluang bagi masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami peninggalan sejarah yang ada, serta meningkatkan kesadaran akan warisan budaya yang ada di sekitar kita.
Salah satu contoh menarik adalah pada sesi diskusi bertajuk “AI for Better Cultural and Traditional Awareness” yang berlangsung pada AiDEA Weeks 2025. Diskusi ini menyoroti bagaimana AI dapat berfungsi sebagai alat untuk memvisualisasikan dan menceritakan sejarah yang mungkin tidak banyak diketahui orang.
AI sebagai Alat untuk Memvisualisasikan Sejarah yang Terabaikan
Ada banyak cara untuk menggunakan AI dalam menceritakan kembali peristiwa sejarah. Sesi tersebut mengupas tuntas bagaimana teknologi ini mampu memberikan gambaran jelas tentang peristiwa yang silam, membuat generasi muda semakin tertarik untuk menggali lebih dalam tentang budaya dan tradisi. Melalui AI, cerita-cerita sejarah dapat dihidupkan kembali dengan cara yang menarik dan menyengankan.
Azhar Muhammad Fuad, seorang pembicara dalam sesi tersebut, menjelaskan bahwa AI dapat menjadi “Blue Ocean” bagi sektor sejarah budaya. Ia percaya, dengan memanfaatkan AI, banyak pihak dapat mengakses informasi yang mungkin sebelumnya sulit didapat, membuka jalan bagi diskusi yang lebih luas dan mendalam mengenai sejarah. Ini bisa menjadi aset berharga dalam pendidikan dan pelestarian budaya.
Lebih lanjut, Azhar mengungkapkan tantangan yang dihadapi dalam penggunaan AI. Banyak konten yang dihasilkan belum tentu mempertanggungjawabkan akurasi informasi. Dalam konteks ini, penting untuk menjalin diskusi tentang etika penggunaan AI agar penggambaran sejarah dapat dilakukan dengan bertanggung jawab dan berdasarkan fakta yang ada.
Tantangan Etika dalam Penggunaan AI untuk Sejarah
Isu etika menjadi sorotan di kalangan para pelaku industri digital. Di satu sisi, AI menawarkan kemungkinan baru yang menarik, tetapi di sisi lain, terdapat risiko besar jika teknologi ini digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah. Azhar menegaskan pentingnya agar setiap konten yang dihasilkan melalui AI dapat dipertanggungjawabkan secara etis.
Dalam diskusi ini, Gustav Anandhita, Founder dan Akademisi AI Nusantara, berbagi pengalamannya terkait tanggung jawab moral yang dihadapi saat menghasilkan konten menggunakan AI. Di masa lalu, ketika teknologi AI masih dalam tahap awal, hasil yang diperoleh sering kali acak dan tidak konsisten, tetapi karena dipublikasikan oleh media, muncul anggapan bahwa konten tersebut akurat.
Gustav menceritakan bagaimana pengalamannya tersebut mendorongnya untuk mengajukan proposal penelitian yang bertujuan untuk memahami lebih dalam mengenai penggunaan AI dalam visualisasi sejarah. Dia berharap, dengan adanya kolaborasi antara sejarawan, budayawan, dan ahli spiritual, karya yang dihasilkan dapat lebih autentik dan mendekati kenyataan.
Kolaborasi Antar Ahli untuk Hasil yang Lebih Baik
Kerjasama lintas disiplin menjadi kunci dalam menciptakan produk yang bermakna dan bertanggung jawab. Melalui kolaborasi dengan sejarawan dan budayawan, proyek-proyek yang berbasis AI diharapkan dapat menghasilkan visualisasi yang tidak hanya menarik tetapi juga akurat. Dalam hal ini, keterlibatan berbagai pihak menjadi sangat krusial untuk menjamin kualitas dan akurasi konten.
Tim yang terdiri dari sejarawan dan praktisi budaya memiliki potensi untuk memberikan wawasan yang lebih mendalam terhadap peristiwa sejarah. Dengan latar belakang yang berbeda, mereka bisa memproduksi narasi yang kaya, kompleks, dan mencerminkan perspektif yang beragam. Ini selanjutnya bisa memperkaya pemahaman masyarakat tentang kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki.
Gustav optimis bahwa pendekatan ini tidak hanya akan mewujudkan cerita sejarah yang lebih autentik, tetapi juga mengajak generasi muda untuk lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi mengenai budaya dan tradisi. Semua pihak diharapkan untuk berkontribusi dalam menciptakan konten yang mendidik dan menginspirasi, mendorong kesadaran akan pentingnya pelestarian sejarah.
