Science · 14/09/2024 0

Fenomena Gurun Sahara Menghijau, Ilmuwan Mulai Khawatir

Gurun Sahara – Gurun Sahara yang terkenal tandus dan jarang dihiasi tanaman, kini mengalami perubahan yang mencemaskan ilmuwan. Setelah hujan deras yang tidak biasa terjadi, gurun ini terlihat menghijau dari luar angkasa. Satelit baru-baru ini menangkap pertumbuhan tanaman di beberapa bagian Sahara selatan yang biasanya gersang, menyusul badai yang secara tak terduga bergerak ke wilayah tersebut dan menyebabkan banjir besar.

Fenomena ini, menurut para ilmuwan, bisa terkait dengan pemanasan global akibat polusi, yang membuat cuaca ekstrem seperti ini lebih mungkin terjadi. Curah hujan di kawasan utara khatulistiwa Afrika biasanya meningkat antara Juli dan September, selama Musim Monsun Afrika Barat. Namun, sejak pertengahan Juli, zona hujan ini bergeser lebih jauh dari biasanya, mengirimkan badai ke wilayah Sahara selatan. Akibatnya, beberapa bagian Gurun Sahara kini dua hingga enam kali lebih basah dari biasanya.

Perubahan cuaca ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang yang bisa terjadi pada ekosistem gurun dan keseimbangan iklim global.

Dua Penyebab Utama Penghijauan Gurun Sahara Menurut Ilmuwan

Karsten Haustein, peneliti iklim dari Universitas Leipzig, mengidentifikasi dua kemungkinan penyebab utama pergeseran cuaca yang tidak biasa di Gurun Sahara. Menurut Haustein, transisi dari fenomena El Nino ke La Nina adalah salah satu faktor yang memengaruhi pergerakan zona hujan ke utara pada musim panas ini. Namun, faktor signifikan lainnya adalah pemanasan global yang terus berlanjut.

“Zona Konvergensi Intertropis, yang menjadi alasan penghijauan (Afrika), bergerak lebih jauh ke utara seiring dengan semakin hangatnya dunia,” jelas Haustein, seperti yang dikutip dari CNN.

Fenomena ini semakin memperkuat kekhawatiran ilmuwan tentang dampak perubahan iklim, yang tidak hanya memicu cuaca ekstrem tetapi juga menggeser pola curah hujan yang biasa terjadi di wilayah tertentu, seperti Sahara.

Studi: Pergeseran Cuaca di Sahara Akan Semakin Sering Terjadi

Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada bulan Juni menemukan bahwa pergeseran cuaca yang membawa hujan ke bagian utara Afrika, termasuk Gurun Sahara, diperkirakan akan semakin sering terjadi dalam beberapa dekade mendatang. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar karbon dioksida di atmosfer dan pemanasan global yang terus berlanjut.

Pergeseran ini tidak hanya menghijaukan bagian gurun yang biasanya gersang, tetapi juga berdampak besar pada musim badai Atlantik dan beberapa negara Afrika. Negara-negara yang biasanya mendapatkan curah hujan lebih banyak kini menerima lebih sedikit, mengganggu pola cuaca yang selama ini stabil dan membawa dampak pada pertanian serta kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.

Dampak Pergeseran Cuaca: Hujan Berlebih di Sahara, Kekeringan di Nigeria dan Kamerun

Pergeseran cuaca yang menghijaukan sebagian Gurun Sahara juga berdampak besar pada pola curah hujan di negara-negara Afrika lainnya. Wilayah seperti Nigeria dan Kamerun, yang biasanya diguyur hujan sekitar 20 hingga 30 inci dari Juli hingga September, hanya menerima 50 hingga 80% dari jumlah curah hujan biasanya. Hal ini menyebabkan penurunan yang signifikan pada musim hujan di daerah yang seharusnya subur.

Sementara itu, daerah yang biasanya lebih kering seperti Niger, Chad, Sudan, Libya, dan Mesir selatan mengalami peningkatan curah hujan yang drastis. Beberapa wilayah tersebut menerima lebih dari 400% dari curah hujan normal mereka sejak pertengahan Juli, yang mengakibatkan banjir dan perubahan dramatis pada kondisi alam yang biasa mereka hadapi.

Dampak Banjir Dahsyat di Sahara dan Sekitarnya Akibat Curah Hujan yang Tidak Biasa

Salah satu contoh wilayah yang terdampak parah oleh perubahan cuaca ini adalah bagian utara Chad, yang merupakan bagian dari Gurun Sahara. Biasanya, daerah ini hanya menerima hujan hingga satu inci dari pertengahan Juli hingga awal September. Namun, tahun ini curah hujan melonjak menjadi antara 3 hingga 8 inci di periode yang sama, menyebabkan banjir dahsyat. Hampir 1,5 juta orang terdampak, dan sedikitnya 340 orang tewas akibat banjir yang melanda wilayah tersebut.

Banjir yang mengerikan juga melanda Nigeria, terutama di wilayah utara yang biasanya lebih kering. Lebih dari 220 orang tewas, dan ratusan ribu orang terpaksa mengungsi akibat banjir besar. Situasi yang sama terjadi di Sudan pada akhir Agustus, di mana sedikitnya 132 orang tewas, dan lebih dari 12.000 rumah hancur akibat banjir mematikan.

Banjir Dahsyat Terkait Perubahan Iklim, Menurut Ilmuwan

Karsten Haustein, peneliti iklim dari Universitas Leipzig, menjelaskan bahwa peristiwa banjir dahsyat seperti yang terjadi di Sahara dan sekitarnya kemungkinan besar terkait dengan perubahan iklim. Ia menyebut bahwa ketika Bumi menghangat, atmosfernya mampu menahan lebih banyak uap air. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan musim hujan yang lebih basah dan intens, serta meningkatkan risiko terjadinya banjir besar.

Menurut Haustein, dampak perubahan iklim ini akan terus memperparah situasi cuaca ekstrem di berbagai wilayah, termasuk kawasan yang sebelumnya dikenal kering seperti Gurun Sahara.

 

Informasi berita teknologi lainnya terupdate.