Science · 02/10/2024 0

Gunung Berapi di Antartika Muntahkan Emas Setiap Hari

Gunung Berapi di Antartika – Gunung berapi Erebus di Antartika telah menjadi pusat perhatian para ilmuwan setelah ditemukan bahwa gunung ini memuntahkan ‘debu emas’ setiap hari. Debu ini kemudian mengalami proses kristalisasi karena kondisi ekstrem di lingkungan sekitarnya. Erebus, yang merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Antartika, tidak hanya menghasilkan produk vulkanik biasa seperti gas, uap, dan batu, tetapi juga memuntahkan mineral berharga dari dalam kawahnya.

Penemuan ini menarik perhatian banyak peneliti karena fenomena alam yang jarang terjadi, di mana gunung berapi aktif dapat memuntahkan material berharga seperti emas, di samping produk vulkanik biasa.

Sejarah Gunung Erebus: Dari Penemuan hingga Aktivitas Vulkanik

Dikutip dari Live Science, Gunung Erebus pertama kali ditemukan pada tahun 1841 oleh Kapten Sir James Clark Ross, seorang penjelajah terkenal. Nama Erebus sendiri diberikan sebagai penghormatan terhadap nama kapalnya. Meski ditemukan pada abad ke-19, gunung berapi ini butuh lebih dari 130 tahun untuk menunjukkan aktivitas vulkaniknya kembali.

Penemuan dan kebangkitan Erebus menjadi salah satu sorotan penting dalam sejarah eksplorasi Antartika, mengingat statusnya sebagai gunung berapi tertinggi kedua di benua tersebut.

Gunung Erebus: Salah Satu dari Dua Gunung Berapi Aktif di Antartika

Aktivitas vulkanik Gunung Erebus kembali terjadi pada tahun 1972, menjadikannya salah satu dari hanya dua gunung berapi aktif di Antartika, di antara 138 gunung berapi di benua yang paling sedikit penduduknya di dunia. Meski puncaknya tertutup es dan salju, bagian dalam Erebus menyimpan danau lava cair yang sangat panas.

Selama lebih dari 50 tahun, danau lava ini telah memuntahkan berbagai material vulkanik, termasuk gas, uap, batu, dan mineral berharga seperti debu emas, menjadikan Erebus salah satu gunung berapi paling unik dan terus dipelajari oleh ilmuwan.

Fenomena Langka di Gunung Erebus: Lava Cair dan Bom Vulkanik

Conor Bacon, seorang peneliti di Lamont-Doherty Earth Observatory di Columbia University, New York, menyebutkan bahwa fenomena yang terjadi di Gunung Erebus tergolong langka. “Ini sebenarnya cukup langka, karena memerlukan beberapa kondisi yang sangat spesifik untuk memastikan permukaannya tidak pernah membeku,” jelasnya.

Selama periode aktivitas vulkanik masa lalu, para ahli juga menemukan bahwa Erebus telah memuntahkan ‘bom vulkanik’, yakni bongkahan batu besar yang sebagian meleleh. Dengan ketinggian 3.794 meter, Erebus secara teratur melepaskan gas dan uap yang mengandung kristal-kristal kecil dengan kandungan emas metalik, di mana lebarnya hanya sekitar 20 mikrometer.

Gunung Erebus dan Produksi Emas Harian yang Mencengangkan

Meskipun terdengar sedikit, Gunung Erebus menghasilkan sekitar 80 gram bintik emas setiap harinya. Debu emas ini diperkirakan memiliki nilai total sekitar USD 6.000 atau setara dengan Rp 91,3 juta.

Debu-debu berharga tersebut terbawa oleh gas vulkanik bersuhu 1.000°C yang kemudian naik ke permukaan dan mengkristal di atas lava yang berkerak karena kondisi lingkungan. Uniknya, partikel emas ini diduga dapat bergerak melalui udara, dengan debu emas terdeteksi hingga 900 km dari lokasi gunung berapi.

Philip Kyle dari New Mexico Institute of Mining and Technology menjelaskan bahwa terbentuknya emas dari material vulkanik ini terbantu oleh sifat Gunung Erebus yang relatif tenang, dibandingkan gunung berapi aktif lainnya, sehingga memungkinkan proses pembentukan emas berjalan lebih stabil.

Proses Unik Pembentukan Emas di Gunung Erebus

Gunung Erebus memiliki sifat unik dalam melepaskan gas secara perlahan, yang memungkinkan partikel emas untuk perlahan-lahan membentuk kristal. Berbeda dengan letusan gunung berapi pada umumnya yang sering kali bersifat tiba-tiba dan tak menentu, Erebus memberikan waktu yang cukup bagi partikel-partikel emas untuk mengendap dan mengkristal secara stabil.

Para ilmuwan menyebut bahwa proses pembentukan emas di Erebus ini luar biasa unik. Tak heran, sejumlah ahli bahkan sempat berpendapat bahwa fenomena ini hampir mustahil terjadi di gunung berapi lain karena sifatnya yang sangat langka dan spesifik.

 

 

Informasi berita teknologi lainnya terupdate.