Seks di Luar Angkasa: Tantangan di Tengah Isolasi Astronaut
Seks di Luar Angkasa – Baru-baru ini, perhatian publik tertuju pada dua astronaut, Sunita Williams dan Barry Wilmore, yang terjebak di luar angkasa dan tidak dapat kembali ke Bumi hingga tahun 2025 akibat malfungsi pada kapal ruang angkasa mereka. Situasi ini memicu perbincangan mengenai kebutuhan hidup astronaut selama berada di luar angkasa, termasuk kebutuhan biologis seperti seks.
Pertanyaan tentang apakah astronaut bisa bercinta di ruang angkasa menjadi topik yang cukup ramai dibahas. John Millis, seorang fisikawan dan astronom, pernah mengungkapkan kepada The Sun Online pada tahun 2018 bahwa berhubungan seks di luar angkasa bisa disamakan dengan berhubungan intim sambil terjun payung. Meskipun terdengar menantang, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil.
Seks di luar angkasa memang menghadapi sejumlah tantangan, terutama karena kondisi gravitasi nol yang membuat semua objek, termasuk tubuh manusia, melayang. Selain itu, faktor-faktor lain seperti privasi, kenyamanan, dan dampak fisik dari lingkungan ruang angkasa juga menjadi pertimbangan serius. Namun, dalam situasi isolasi yang panjang, kebutuhan biologis seperti ini tentu menjadi bagian dari diskusi yang tak terhindarkan.
Dengan semakin seringnya misi jangka panjang ke luar angkasa, memahami bagaimana kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan biologis, dapat terpenuhi di luar angkasa menjadi semakin penting. Meski sulit, bukan berarti tak mungkin.
Tantangan Seks di Luar Angkasa: Gravitasi Mikro dan Gerakan Berlawanan
Salah satu tantangan utama dalam berhubungan seks di luar angkasa adalah lingkungan gravitasi mikro yang dialami oleh para astronaut. John Millis, seorang fisikawan dan astronom, menjelaskan bahwa kondisi ini membuat setiap gerakan menjadi jauh lebih kompleks dan tidak seperti di Bumi.
“Masalah yang terjadi seputar tindakan tersebut berkisar pada lingkungan terjun bebas, gravitasi mikro, yang dialami oleh para astronaut,” jelas Millis. Dalam kondisi gravitasi mikro, tubuh manusia berada dalam keadaan terjun bebas yang konstan, sehingga segala sesuatu, termasuk orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut, akan melayang tanpa adanya tarikan gravitasi untuk menahan mereka di tempat.
Millis juga menggambarkan tantangan unik yang muncul dalam situasi ini, “Bayangkan terlibat dalam aktivitas seksual saat terjun payung, setiap dorongan atau desakan akan mendorong Anda ke arah yang berlawanan.” Ini berarti bahwa tanpa adanya gravitasi untuk menahan tubuh di satu tempat, setiap gerakan yang dilakukan akan menghasilkan efek yang mendorong tubuh ke arah yang berlawanan, membuat koordinasi dan keseimbangan menjadi sangat sulit.
Kondisi ini tidak hanya menantang secara fisik tetapi juga memerlukan adaptasi dan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana tubuh manusia bereaksi dalam lingkungan yang sangat berbeda dari Bumi. Meskipun tantangan ini nyata, para ilmuwan terus mengeksplorasi bagaimana kebutuhan manusia, termasuk aktivitas seksual, dapat dikelola dalam misi luar angkasa jangka panjang.
Tantangan Fisiologis dan Teknis dalam Seks di Luar Angkasa
Berhubungan seks di luar angkasa tidak hanya menghadapi tantangan fisik terkait gravitasi mikro, tetapi juga mempengaruhi fisiologi tubuh manusia, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dalam gravitasi mikro, darah cenderung naik ke kepala daripada mengalir ke alat kelamin, membuat proses rangsangan seksual menjadi lebih sulit.
Bagi laki-laki, tantangan ini semakin besar karena tekanan darah yang rendah dapat menyebabkan jaringan di penis mengerut, dan kadar testosteron yang menurun di luar angkasa juga dapat mengurangi gairah. Selain itu, kurangnya gravitasi juga menyebabkan berbagai cairan tubuh seperti keringat, cairan vagina, dan air mani mengambang di kabin, yang dapat menimbulkan situasi yang tidak nyaman dan sulit diatur.
Namun, teknisi NASA Harry Stine dalam bukunya ‘Life in Space’ menyatakan bahwa berhubungan seks di luar angkasa, meskipun menantang, tetap memungkinkan. Ia menjelaskan bahwa aktivitas ini bisa lebih mudah dilakukan jika ada bantuan dari orang ketiga yang membantu menahan salah satu pasangan di tempat.
“Ini akan lebih mudah jika ada orang ketiga yang membantu dengan menahan salah satu dari mereka di tempat,” terangnya. Stine juga menyarankan penggunaan peralatan khusus seperti jungle gym yang memungkinkan pasangan untuk memposisikan diri dengan tepat atau menggunakan sistem tali yang dapat menahan mereka bersama-sama. Alternatif lain, seperti pakaian khusus yang berfungsi untuk menjaga posisi tubuh, juga telah disarankan oleh para ahli.
Paul Root Wolpe, seorang ahli bioetika NASA terdahulu, menambahkan bahwa kreativitas sangat dibutuhkan ketika berhubungan seks di luar angkasa. Dalam wawancara dengan media Jerman DW, Wolpe menyarankan untuk memanfaatkan velcro yang terdapat di dinding stasiun luar angkasa, yang dapat digunakan untuk menempelkan salah satu pasangan ke dinding agar tetap berada pada posisi yang stabil.
Menurut Wolpe, gravitasi di Bumi memiliki peran yang sangat penting dalam aktivitas seksual. Gravitasi membantu memberikan tekanan yang diperlukan, sedangkan di luar angkasa, tanpa gaya penyeimbang apa pun, pasangan hanya akan terus-menerus saling mendorong menjauh. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya adaptasi dan kreativitas dalam menghadapi tantangan tersebut.
Informasi berita teknologi lainnya terupdate.